Rabu, 11 Juli 2012

Kegamangan Sang Eksistensialis

Kalian adalah neraka. Simpulan dari apa yang dikatakan Jean-Paul Sartre, bahwa orang lain adalah neraka. Saya berpikir jauh mengenai apa yang dialami oleh filsuf eksistensialis ini semasa hidupnya sebelum mencetuskan pemikiran itu. Jauh kemungkinan bahwa pemikiran itu muncul dari sedikit pergaulannya bersama segelintir orang. Lantas, apa dia seorang yang “rusak” hingga “dirusak” oleh yang segelintir itu—mengingat jumlah penghuni bumi? Sekali lagi, saya hanya beradu pikir tanpa menelisik lebih dalam tentang si individualis ini.
Lalu, setelah hampir seabad dari pelanglangbuanaannya, saya tumbuh dengan jumlah penghuni bumi yang jauh lebih banyak daripada pada masanya. Jika benar apa yang dicetuskannya, tentu neraka semakin banyak bagi setiap individu saat ini.
Kebebasan merupakan sesuatu yang mutlak bagi setiap individu agar eksistensinya tak terusik. Sartre menuntut kebebasan itu dalam batasan kebebasan individu yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan orang lain tetap menjadi landasan bagi kebebasan individu. Apakah ini bukan suatu bentuk saling ketergantungan—membutuhkan? Jika demikian, diri sendiri belum tentu dapat dikatakan sorga, selama orang lain tak menemukan “sorga”-nya.
Semua yang bertalian tentu harus dibahas seutuhnya biar tuntas. Kendatipun demikian, tak apalah kali ini saya mengemukakan keegoisan dengan hanya mengambil sepenggal (meskipun potensi kesalahan dalam memahami sangat besar). Pada akhirnya, saya hanya melirik fragmen “orang lain adalah neraka”.
Ketika terbaca “orang lain”, adakah itu perlu diberi suatu batasan? Bukankah selalu ada yang bilang “kita sudah seperti saudara”? Atau saudara itu sendiri. Lantas, “orang lain”