Kalian adalah neraka. Simpulan dari
apa yang dikatakan Jean-Paul Sartre,
bahwa orang lain adalah neraka. Saya berpikir jauh mengenai apa yang dialami
oleh filsuf eksistensialis ini semasa hidupnya sebelum mencetuskan pemikiran
itu. Jauh kemungkinan bahwa pemikiran itu muncul dari sedikit pergaulannya
bersama segelintir orang. Lantas, apa dia seorang yang “rusak” hingga “dirusak”
oleh yang segelintir itu—mengingat jumlah penghuni bumi? Sekali lagi, saya
hanya beradu pikir tanpa menelisik lebih dalam tentang si individualis ini.
Lalu, setelah hampir seabad dari
pelanglangbuanaannya, saya tumbuh dengan jumlah penghuni bumi yang jauh lebih
banyak daripada pada masanya. Jika benar apa yang dicetuskannya, tentu neraka
semakin banyak bagi setiap individu saat ini.
Kebebasan merupakan sesuatu yang
mutlak bagi setiap individu agar eksistensinya tak terusik. Sartre menuntut
kebebasan itu dalam batasan kebebasan individu yang lain. Hal ini menunjukkan
bahwa kebutuhan akan orang lain tetap menjadi landasan bagi kebebasan individu.
Apakah ini bukan suatu bentuk saling ketergantungan—membutuhkan? Jika demikian,
diri sendiri belum tentu dapat dikatakan sorga, selama orang lain tak menemukan
“sorga”-nya.
Semua yang bertalian tentu harus
dibahas seutuhnya biar tuntas. Kendatipun demikian, tak apalah kali ini saya
mengemukakan keegoisan dengan hanya mengambil sepenggal (meskipun potensi
kesalahan dalam memahami sangat besar). Pada akhirnya, saya hanya melirik
fragmen “orang lain adalah neraka”.
Ketika terbaca “orang lain”, adakah
itu perlu diberi suatu batasan? Bukankah selalu ada yang bilang “kita sudah
seperti saudara”? Atau saudara itu sendiri. Lantas, “orang lain”